Kamis, 13 Oktober 2011

95 Dalil Marthin Luther

Kejadian 50:15-21


KHOTBAH KEBAKTIAN MALAM LPP
Kejadian 50 : 15 – 21
01 Oktober 2011


DENDAM DAN KASIH
Pendahuluan
            Memaafkan jauh lebih susah dilakukan dibandingkan dengan menahan amarah, dendam, atau bahkan marah. Setiap kali manusia apabila dia dendam, ia selalu mengatakaan, kita ini manusia, masih tinggal di dunia. Sehingga, dendam menjadi sesuatu yang disahkan dan dapat ditolerir, atau bahkan seolah-olah Allah memaklumi manusia untuk dendam. Sekarang, apakah dendam? Dendam merupakan suatu perasaan yang lahir daripada perasaan benci atau marah, seringkali dipendam secara rahasia oleh seseorang individu. Dendam juga boleh lahir daripada hasrat dengki atau ketidakpuasan hati. Dan itu semua karena ada penyebabnya. Sehingga, semakin banyak menyimpan perasaan tersebut, maka semakin besarlah keinginan untuk membalaskan dendam dan atau bahkan ingin membalaskan kejahatan tersebut lebih dari yang terjadi padanya.
            Dalam teks khotbah saat ini, tampak sikap paradoks dari sikap penjelasan di atas. Kita tentu telah mengetahui apa dan bagaimana kehidupan Yusuf sebelum ia dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya. Kejahatan yang terjadi padanya, itu karena ada ketidaksenangan saudara-saudara terhadap Yusuf. Setelah Yusuf dijual, kehidupan Yusuf sangat berbeda secara fisik dibandingkan sebelum ia dijual, namun, sikap untuk mengasihi tidak hilang.

Penjelasan nas
            Ayat 15, tampak bagaimana ketakutan saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf. Ketakutan ini muncul karena adanya kejahatan yang mereka lakukan kepada Yusuf. Bagi sistem sosial yang terjadi pada konteks nas ini, seseorang itu memiliki hak untuk membalaskan kejahatan terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan terhadapnya bahkan melebihi dari kejahatan yang diterimanya. Orang yang ditakuti adalah orang yang memiliki pengaruh atau kuasa yang tinggi terhadap kepentingannya. Dalam hal ini, Yusuf memiliki kuasa atau pengaruh yang besar dalam kehidupan saudara-saudaranya, dan kelangsungan hidup saudara-saudaranya berada di tangannya. Yusuf bisa saja membalaskan kejahatan saudara-saudaranya, apalagi setelah Yakub meninggal. Tetapi, perlu diperhatikan sikap Yusuf dalam teks ini.
            Ayat 16-17, saudara-saudara Yusuf yang tidak berani menjumpainya karena ketakutan tersebut. Dalam hal ini, saudara-saudaranya menyampaikan pesan Yakub sebelum ia meninggal, yaitu mengampuni (memaafkan). Mengampuni berarti memberi kesempatan, memulihkan, dn membebaskan. Itulah yang dipesankan oleh si Yakub, dimana Yusuf memberi kesempatan kepada saudara-saudara, serta memulihkan ketakutan dan hubungan bersaudara, serta Yusuf membebaskan saudara-saudaranya dari ketakutan yang mereka.
            Ayat 18, merupakan sikap yang baik dalam menunjukkan rasa penyesalan. Tunduk dapat menunjukkan hormat dan merendahkan diri, serta siap untuk menerima keputusan apakah diampuni atau tidak. Kemudian saudara-saudara Yusuf ini siap untuk menjadi budak, artinya siap untuk berada di posisi yang paling rendah dan tidak berarti. Hal ini merupakan faktor ketakutan saudara-saudara Yusuf. Ketakutan yang mereka ialah apabila Yusuf dendam, maka rusaklah hubungan mereka sebagai saudara, mereka takut kalau Yusuf menyuruh mereka pulang ke Kanaan sehingga saudaranya pun akan mati kelaparan, dimana ketika itu, terjadi kelaparan hebat di negeri Kanaan. Sehingga, dari pada mereka disuruh pulang, mereka siap untuk menjadi budak Yusuf, karena adanya jaminan mereka dapat makan.
            Ayat 19-21, sikap yang paradoks dengan apa yang ditakutkan oleh saudara Yusuf. Adanya pengampunan, dan pengampunan itu diakhiri dengan janji memberi kehidupan kepada mereka dan keturunan mereka. Rencana Allah bukanlah rencana manusia. Yusuf bisa saja membalaskan kejahatan saudara-saudaranya itu dengan menyuruh mereka pulang atau jadi budak, tetapi Yusuf mengaku bahwa ia bukanlah pengganti Allah yang menghukum saudara-saudaranya. Dan ia mengaku bahwa dibalik penderitaan yang Yusuf hadapi kejahatan saudara-saudaranya, ada rencana Allah yang indah. Rencana itu akan ia peroleh karena buah kesetiaannya pada Allah. Serta janji yang diberikan Yusuf merupakan janji yang memberi kehidupan, bukan hanya kepada saudara-saudaranya, tetapi juga kepada keturunan mereka. Dalam hal ini, tampaklah bahwa seorang yang takut pada Allah, maka ia tidak hanya mengampuni orang lain, tetapi juga janji kehidupan kepada orang yang telah melakukan kejahatan kepada kita.

Refleksi
            Teks ini mengajarkan kita dalam hal mengampuni.            
Agar kita dapat mudah mengampuni orang lain, maka ada langkah-langkah yang harus kita ambil pada saat kita akan mengampuni orang lain. Langkah-langkah tersebut antara lain:
1.       Menyadari bahwa pengampunan merupakan sebuah pilihan. Mengampuni adalah sebuah pilihan. Dan ini adalah pilihan yang mendewasakan pribadi yang memberi pengampunan dan memberi kesempatan yang diampuni untuk berubah.
2.       Menyadari bahwa mengampuni adalah syarat agar kita diampuni oleh Bapa (Matius 18 : 23 - 25). Alkitab tegaskan mengampuni orang lain berarti kita menghargai pengampunan yang Tuhan berikan.
3.       Menyadari bahwa kita sudah menerima kelimpahan ampunan dari Bapa (Matius 5 : 8, Kolose 3 : 13). Setiap saat manusia dapat berbuat kesalahan dan merugikan orang lain dan pada saat kita memita pengampunan dari Bapa di Sorga dengan sungguh, disaat itulah Bapa disorga mengampuni kita. Dan melalui pengorbanan-Nya di salib menjadi bukti bahwa kita menerima kelimpahan  ampunan. 
4.       Menyadari bahwa orang yang melukai anda mempunyai kebutuhan yang lebih besar lagi untuk mendapat kasih dan pengampunan dari Allah. Ini adalah suatu sikap yang dewasa ketika kita sadar bahwa orang yang melukai kita adalah pribadi yang benar-benar memerlukan kasih dan pengampunan dari Bapa di Sorga.
5.       Mengucap syukur atas berkat yang pernah diterima melalui orang yang telah melukai hati anda (2 Korintus 7 : 15). Dengan mengucap syukur Tuhan memberikan kekuatan bagi pribadi yang memberikan pengampunan
6.       Meminta kepada Tuhan untuk membuka kesempatan bagi kita agar dapat menyatakan kasih kita kepada orang tersebut (1 Petrus 4 : 8). Kasih adalah dasar dari pengampunan kita. Tuhan akan memberi kemampuan kepada kita untuk kita menyatakan kasih kepada mereka yang kita beri pengampunan.
7.       Berdoa bagi orang itu (Matius 5 : 44). Bukan suatu hal yang mudah, tetapi Yesus sendiri mengatakan untuk mencintai musuh-musuh kita dan mendoakan orang yang menganiayai kita....sanggupkah kita..? SANGGUP..! Mampukah kita..? MAMPU..! Kalau Yesus katakan, Yesus pula yang memberikan kesanggupan dan kemampuan  kepada kita untuk melakukannya. Amin

Pinatomutomu ni : CPdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.

Rabu, 12 Oktober 2011

Reformasi Luther

REFORMASI
Suatu refleksi 500 Tahun ajaran Luther
(Pdt. Dr. Langsung Sitorus, M.Th)

Tanggal 31 Oktober 1517 Dr Martin Luther, Mag.Theol. menempelkan 95 tesisnya di depan pintu rumah ibadat Wittenberg, Jerman. Waktu itu negeri Jerman merupakan daerah katolik yang sangat fanatik patuh kepada Paus di Roma. Tesis itu berisi kritikan kepada ajaran dan kehidupan gereja pada waktu itu. Kritikan-kritikan itu mengguncang kehidupan bergereja di seluruh Jerman bahkan ke seluruh Eropah. Sejak itu terjadi perubahan besar dalam kehidupan bergereja, berteologi dan bermasyarakat, baik di kalangan katolik, terlebih-lebih di kalangan yang dinamakan kaum protestan. 31 Okt. 1517 diterima sebagai Hari Reformasi di kalangan huria-huria yang beraliran Lutheran. Tanggal 31 Oktober 2017 yang akan datang genaplah 500 tahun tesis Martin Luther itu dipaparkan. Semua huria lutheran akan merayakannya. Sehubungan dengan itu, para huria Lutheran sudah sepantasnya melihat dan mengevaluasi dirinya, sejauh mana identitas lutherannya masih terpelihara dan sejauh mana ajaran dan etika kehidupannya berpengaruh dalam kehidupan seluruh umat manusia, terutama di kalangan Lutheran sendiri. Diharapkan HKI sebagai huria Lutheran yang konfesinya Konfesi Augsburg 1530, dapat berperan besar dalam merayakan 500 tahun reformasi terjadi, dan  dalam waktu 6 tahun menuju 2017 benar-benar bergiat dalam memajukan dirinya sebagai huria Lutheran, yang punya identitas diri, identitas teologi, identitas budaya/etika/akhlak dan identitas politik.

Reformasi (kosa kata Indonesia yang dipinjam dari bahasa Inggris reformation kata benda untuk kata kerja reform, yang berasal dari kosa kata Latin: reformation, reformare) terbentuk dari kata ‘re’ (kembali, ulang) dan ‘formasi’ (bentuk, tata). Reformasi berarti bentuk kembali, atau bentuk ulang, atau tata kembali atau tata ulang. Reformasi terjadi karena formasi (form, format)  yang ada itu  dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan aturan dan pengaturan yang semula, maka formasi itu perlu ditata kembali, dibentuk ulang, agar sesuai dengan hakikat yang sebenarnya. Menurut kamus Jerman reformasi itu diberi arti: Penataan baru yang diadakan secara terencana; Pembentukan kembali, perbaikan  bentuk (tata) yang sedang ada, tanpa meninggalkan dasar-dasar rohani dan budaya yang hakiki.  Reformasi bukan revolusi, sebab revolusi cenderung menghancurkan tata (bentuk) yang  ada itu dan menggantinya dengan yang lain dan tidak peduli norma-norma rohani dan budaya yang ada sebelumnya. Reformasi justru berusaha menghidupkan kembali norma yang dulu yang paling hakiki yang sempat dilupakan, dan membuat penataan baru agar hakikat rohani dan budaya  yang baik itu  hidup kembali. Reformasi yang digerakkan Pdt. Dr. Martin Luther, Mag Theol, bukan menghancurkan gereja lalu membentuknya kembali, tetapi mengembalikan gereja itu kepada hakikatnya yang semula (hakikat alkitabiah, rasuli, konfessionis), dan menata kembali kehidupan dan organisasi serta penyaksiannya secara baru. Semangat itu ada juga dalam Reformasi Indonesia yang terjadi 1998, yaitu gerakan yang memang hendak mengembalikan Indonesia kepada hakikat Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang tersirat di dalamnya serta kepada hakikat Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”, lalu pemerintahan baru dibentuk  sebagai wujud dari pembentukan ulang pemerintahan Indonesia melalui demokrasi yang berwujud pemilihan langsung oleh rakyat  untuk kepala pemerintahan dan wakil-wakil rakyatnya.

Dalam mengenang Reformasi yang digerakkan oleh Pdt. Dr. Martin Luther, Mag.Theol., ada beberapa pokok yang perlu direnungkan untuk kehidupan orang Kristen Lutheran dan sebagai gereja Lutheran sekarang ini:
1.      Ajaran alkitabiah yang ditemukan Martin Luther mengajak semua orang Kristen dan gereja Kristen untuk mendasarkan iman percayanya hanya kepada evangelium (Injil/kabar baik) yang terkandung di dalam Kitab Suci (Perjanjian Lama/39 buku dan Perjanjian Baru/27 buku). Ajakan ini mengkristal dalam ungkapan sola scriptura. Dengan demikian deutero-kanonika dan tradisi (hadis) gereja tidak menjadi ukuran (kanon) kebenaran iman umat Kristen. Segala yang disebut kebenaran harus diuji berdasarkan kebenaran alkitabiah. Setiap kebenaran yang bertentangan dengan kebenaran alkitabiah harus ditolak dengan tegas. Huria dibentengi dengan kebenaran alkitabiah tersebut. Agar huria dapat berpegangteguh kepada kebenaran alkitabiah itu, Alkitab harus dapat dibaca dalam bahasa ibu maupun bahasa nasional dari orang Kristen yang menggunakannya. Martin Luther menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, dan ibadat-ibadat gerejawi di huria Lutheran menggunakan bahasa Jerman sebagai pengganti bahasa Latin yang dianggap sebagai bahasa resmi huria waktu itu. Didasarkan kepada semangat reformasi itu, maka gereja-gereja suku dan gereja-gereja di salah satu Negara yang berbahasa nasional mendapat tugas utama, yakni menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa suku yang dipakai gereja itu dan atau ke bahasa nasional  yang digunakan di Negara itu. Dengan demikian Alkitab sendiri dapat mempertahankan kebenarannya terhadap semua ajaran yang ingin menandinginya. Perterjemaahan Alkitab ke dalam bahasa setempat, dan pelaksanaan ibadat Lutheran dalam bahasa setempat sudah merupakan langkah pertama dalam usaha ‘pempribumian’ teologi dan kekristenan di kalangan pemakai bahasa tersebut.  Langkah berikutnya adalah membuat teologi alkitabiah itu menjadi darah-daging budaya masyarakat, bangsa di mana huria Lutheran itu berada dan menjadi huria pribumi. HKI harus ikut dalam usaha penterjemahan Alkitab, pencetakan dan penyebarannya.
2.      Reformasi  Martin Luther mengajak orang Kristen menjadi orang beriman di hadapan TUHAN dalam Yesus Kristus. Semua pergumulan hidup di dunia dan pengharapan akan hidup yang akan datang di sorga dipergumulkan dan diharapkan di dalam dan dengan iman kepada Kristus. Keselamatan yang dari TUHAN hanya dapat dihayatkan dan berdampak dalam kehidupan seseorang hanya karena iman. Sola fide demikian disebutkan sebagai rangkuman ajaran Lutheran ini. Ajaran ini merupakan jawaban dan koreksi terhadap ajaran huria pada waktu itu, yang sudah sangat menekankan pentingnya perbuatan baik sebagai andalan pembenaran diri di hadapan TUHAN Yesus Kristus. Seseorang yang hidup tanpa iman kepada Kristus asal berbuat baik, dipandang oleh huria sebagai orang Kristen yang benar atau sebagai orang yang selamat di bumi dan di sorga. Martin Luther melihat ajaran gereja sedemikian tidak alkitabiah. Baginya harus iman yang utama dan yang pertama ada pada diri seseorang. Iman itulah yang menentukan dia menjadi orang benar atau orang selamat di hadapan TUHAN Yesus Kristus. Kalimat-kalimat Yesus yang mengatakan:  "Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau." (Mat.9:22); "Jadilah kepadamu menurut imanmu." (Mat.9:29); ’Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu’ (Matius 17:20), pemahaman Paulus dalam surat-suratnya dan pemahaman penulis surat Ibrani tentang iman, menjadi dasar ajaran lutheran yang mengatakan sola fide. Ajaran ini sedikit radikal, sehingga apa yang dikatakan dalam surat Yakobus (’Iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati’, Yak.2:26) dibuat menjadi sekunder. Memang bagi Martin Luther surat Yakobus itu kurang kanonik. Lebih ekstrim lagi pengembangan ajaran radikal ini, sehingga ada yang menganggap bahwa orang Kristen cukup saja beriman kepada Kristus, yakni dengan mengucapkan Pengakuan Iman, dan tidak perlu berbuat baik apapun. Tetapi ajaran sola  fide sama sekali tidak menghapus fungsi dan arti perbuatan baik dalam kehidupan beriman orang Kristen. Perbuatan baik harus merupakan buah dan dampak dari pada iman kepada Kristus. Dengan pemahaman itulah dapat dimaklumi semua kerja keras dan kerja cerdas Martin Luther memperjuangkan kebenaran alkitabiah itu. Tetapi dia tidak pernah mengandalkan perbuatan-perbuatannya itu di hadapan TUHAN untuk mengatakan bahwa apa yang terjadi kepadanya hanya karena perbuatan-perbuatannya. Martin Luther beriman kepada Kristus bahwa huria-Nya yang ada di bumi adalah huria reformata et reformanda est, yaitu huria yang senantiasa mereformasi dan direformasi, maka dia bekerja luar biasa sebagai amal baik dan syukurnya kepada TUHAN untuk mereformasi huria dan masyarakat, pemerintahan huria dan pemerintahan negara. Prinsip sola fide yang dianut lutheran versus ajaran ’perbuatan/amal baik’ yang diajarkan gereja katolik memisahkan dua kelompok ini lebih empat ratus tahun. Tetapi abad yang lalu, para teolog dua kelompok kristen ini telah berhasil membuat apa yang disebut ’Joint Declaration’, yang di dalamnya dua-duanya mengakui tentang sama-sama pentingnya iman dan perbuatan/amal dalam hidup umat Kristen di dunia dan di hadapan TUHAN. Pernyataan bersama itu mengingatkan apa yang sudah dikatakan Yakobus dalam suratnya: ’Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna’ (Yakobus 2:22). Huria lutheran yang sekarang tetap berpegang kepada ajaran sola fide, dan iman (fide) itu membuat terjadi dan dibuat terjadi sesuatu bagi orang beriman tersebut. Apa yang terjadi dan dibuat terjadi tak lain tak bukan adalah perbuatan-perbuatan orang beriman tersebut. Kaum lutheran lebih dulu beriman barulah berbuat (beramal), bukan sebaliknya lebih dulu berbuat (beramal) baru beriman. Ajaran sola fide mengajar kita untuk memiliki visi dan misi. Iman dirumuskan menjadi visi yang akan diwujud-nyatakan melalui misi. Misi akan dinampakkan dalam rencana, program dan perbuatan-perbuatan serta aksi, sebagai usaha pencapaian visi yang dimiliki itu. 
3.      Dengan temuan ajaran alkitabiahnya, Martin Luther mengajak semua umat Kristen mengakui kebesaran dan kemahakuasaan TUHAN dalam segala hal, yang rohani maupun yang duniawi, baik di bumi maupun di sorga. Tiada otoritas atau kuasa  selain TUHAN  dalam Yesus Kristus yang dapat memberikan hidup yang sebenarnya kepada manusia di bumi dan di sorga. TUHAN memberikan sesuatu itu kepada manusia berdasarkan kasih dan belas kasihan-Nya kepada manusia. Dalam hal ini setiap orang beriman mengaku bahwa hidup dan apa yang dimilikinya hanyalah anugerah TUHAN. Sola gatia, demikian disimpulkan tentang semua ajaran Martin Luther mengenai hal ini. Orang beriman mendapat pengampunan dosa, keselamatan  maupun tempat di sorga, hanyalah oleh karena anugerah TUHAN. Kalau TUHAN tidak berkenan menganugerahkannya kepada orang beriman, mustahil hal-hal itu dapat dinikmati oleh orang beriman. Sebanyak apapun amal baik ditunjukkan/diabdikan di hadapan TUHAN, itu tidak dapat menjadi modal memaksa TUHAN memberikan pengampunan dosa, keselamatan dan tempat di sorga bagi orang beriman. Tetapi dengan semakin banyaknya amal bakti yang merupakan buah iman kepada TUHAN dalam Yesus Kristus, seorang beriman semakin punya nyali dan keberanian untuk membujuk TUHAN berbelaskasihan dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang beriman itu. TUHAN tidak akan membiarkan orang beriman yang telah beramal baik itu akan pulang hampa tangan dari hadapan-Nya tanpa mendapatkan apa yang dimohonkannya kepada TUHAN, yakni anugerah pengampunan dosa, keselamatan, maupun tempat di sorga yang diidamkannya. Keberanian itu akan semakin kuat apabila disadari bahwa TUHAN telah menganugerahkan hal-hal itu sejak karya penyelamatan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga, kepada semua umat manusia. Oleh karena itu, tugas orang beriman yang masih hidup di dunia adalah datang kepada TUHAN Yesus dan memohon agar dia diperkenankan mengenakan anugerah itu kepadanya dan memohon agar TUHAN pun berkenan mengenakan anugerah itu kepadanya.
Di saat datang kepada TUHAN Yesus Kristus, orang beriman menunjukkan imannya, dan mempersembahkan amal-baktinya. Iman dan amal-bakti itu menjadi persembahan yang harum bagi TUHAN.  Sebab dua-duanya (iman dan amal-bakti itu) adalah anugerah TUHAN. Sewaktu semua itu dibawa di hadapan TUHAN, tidak satu pun itu yang tidak berkenan kepada TUHAN, karena itu merupakan wujud kasih dan belas kasihan TUHAN. Amal-bakti yang dipersembahkan itu adalah anugerah TUHAN Yesus Kristus, dan bukan merupakan prestasi orang beriman itu semata-mata. Apa yang dikatakan nabi Yesaya [: ‘Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami’ (Yesaya 26:12)] benar dan mendapat bukti. Kalau demikian halnya, seorang beriman akan berusaha sekuat tenaga dan semampu mungkin agar dia menjadi saluran membuat nyata semua amal-bakti yang telah disediakan sebagai anugerah bagi orang beriman. Setiap huria (terutama yang lutheran) harus mengevaluasi dirinya, sudah seberapa banyak  amal-bakti yang telah dapat dia salurkan dari amal bakti yang yang disediakan TUHAN sebagai anugerah baginya. Setiap huria yang kurang bergiat mengejar amal yang akan dibaktikannya, akan menjadi huria yang suam-suam kuku dan mati pelan-pelan. Tetapi huria yang luar biasa mencari dan menemukan serta menyatakan amal-bakti yang dipersembahkannya di hadapan TUHAN dalam kehidupan umat manusia sehari-hari, akan menjadi huria yang hidup, dinamis, dan menghasilkan buah-buah iman (termasuk buah Roh) yang luar biasa banyak dan tinggi kualitasnya. Corak hidup yang sedemikian akan menunjukkan huria itu sebagai umat yang tidak sama dengan dunia, tidak berasal dari dunia, tetapi mengabdi pada TUHAN dan bekerja untuk dunia.

4.      Dengan temuan ajarannya dari Alkitab, Martin Luther menegaskan kembali pemisahan pemerintahan negara dengan pemerintahan huria, yang diajarkan oleh Yesus Kristus: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" (Markus 12:17). Ajaran yang ditemukan Martin Luther dari Alkitab terkenal sebagai ajaran tentang ’Dua Kerajaan’, Kerajaan Allah dan Kerajaan Dunia, dalam teritorial yang sama. Di Jerman waktu itu ada pemerintahan negara yang berada di bawah ketiak pimpinan gereja katolik, yakni kekaisaran yang memerintah seluruh Eropah waktu itu; dan ada juga pemerintahan yang mendukung gerakan reformasi yang dimulai Martin Luther, dan tidak tunduk kepada perintah Paus dari Roma, walaupun tunduk kepada Kaisar mereka (Kaisar Karel V). Martin Luther melihat bahaya  yang sangat mengancam kemanusiaan, apabila kepala pemerintahan negara merupakan alat atau pedang di tangan pimpinan huria (atau pimpinan agama). Bahaya sedemikian nampak dalam keluarnya bulla Paus yang mengatakan Martin Luther bebas dibunuh, dan bahkan akan diberi hadiah kepada pembunuhnya; lalu aparat negara menjalankan perintah itu. Martin Luther beruntung bahwa pelaksanaan bulla itu gagal, karena ada raja-raja kecil yang melindunginya. Akan lebih mengancam lagi kepada kemanusiaan apabila kepala pemerintahan negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan huria (pemimpin organisasi satu agama). Karena oknum sedemikian itu tidak bisa menjadi milik semua warga negaranya, dan selalu condong melakukan penindasan kepada orang yang tidak seagama dengan dia. Agama (atau huria) selalu lebih partisan daripada partai di tengah-tengah umat manusia. Agama selalu lebih bengis terhadap umat yang tidak segama, dari pada partai terhadap orang yang tidak separtai, walaupun sudah terbukti dalam sejarah umat manusia bahwa penindasan atas nama partai terhadap orang yang tidak separtai, sudah pernah terjadi dan sangat kejam. Tetapi penindasan atas nama agama masih lebih bengis dan kejam dari situ lagi.  Omong kosong apabila ada yang mengatakan bahwa pemimpin agama yang sekaligus pemimpin negara akan lebih cepat membuat dan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya yang menganut berbagai agama di negaranya. Yang benar adalah bahwa kepala negara/pemerintahan yang sekaligus kepala/pemimpin salah satu agama akan dapat membuat dan menciptakan keadilan sosial dan kemakmuran bagi warganya yang seagama dengannya saja. Di zaman pemerintahan yang ada di Arab Saudi dan Timur Tengah, di mana pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, orang yang tidak segama dengan kepala pemerintahan itu selalu tertindas dan dibuat menjadi warga negara kelas dua. Kenyataan itu tidak perlu dipoles-poles, demi penyanjung-nyanjungan kepada seseorang. Sewaktu terjadi dan diterapkan prinsip eius regio cuius religio (yang punya daerah, yang empunya agama) di negara-negara bagian yang ada  di Jerman yang dilanda reformasi itu, terjadilah penderitaan  umat manusia yang luar biasa (yang nota bene manusia yang saling menindas itu masih belum berbeda TUHAN dan Kitab Sucinya, karena mereka adalah  Katolik dan Protestan), akibat penindasan dan pengusiran-pengusiran yang sebenarnya tidak punya dasar alkitabiah. Umat Kristen trauma bila mengingat pengalaman sejarah yang sangat pahit itu, sehingga isu dan usaha mendirikan negara-agama (agama manapun itu) harus ditangkal dengan segala usaha demokrasi yang sebaik-baiknya. Dengan ajaran ”dua kerajaan” yang ditemukan Martin Luther dari Alkitab, umat manusia yang berbeda agama dan yang tidak seagama dengan kepala pemerintahan dapat bernafas lega, dan waspada senantiasa terhadap adanya penindasan kemanusiaan atas nama negara atau atas nama agama atau huria. Huria tidak boleh lalai dan membiarkan kepala pemerintahan negara berbuat sewenang-wenang terhadap siapapun dari warganya yang berbeda-beda iman maupun agamanya. Kelalaian huria seperti di zaman Adolf Hitler di Jerman tidak boleh terulang lagi. Pada waktu  itu umat Kristen [katolik dan protestan, kecuali kelompok kecil yang menamakan dirinya Bekenende Kirche (huria yang bersaksi)] membiarkan Adolf Hitler merajalela dengan kediktatoran dan kebengisannya, sehingga enam juta kaum Yahudi dia musnahkan dan perang dunia kedua disulutnya. Huria juga harus senantiasa waspada, agar pemerintahan huria yang dijalankannya untuk dirinya sendiri tidak menjadi pemerintahan yang menindas hak-hak azasi, hidup rohani dan kebebasan beragama serta kebebasan berekpresi di dalam teritorial pemerintahan huria itu sendiri. Kebebasan itu sendiri harus diwaspadai oleh huria agar menjadi kebebasan yang merupakan amal bakti yang lahir dari iman kepada TUHAN Yesus Kristus. Setiap orang Kristen lutheran adalah manusia yang bertanggungjawab penuh sebagai warga negaranya dan sekaligus sebagai warga Kerajaan Allah yang datang di dunia di mana dia berada.
Kalau pemimpin pemerintahan tidak menjalankan tugasnya seperti diharapkan oleh ajaran Alkitab, umat Kristen (lutheran) tidak boleh meng-ya-kan pemerintahan sedemikian, dan tidak perlu angkat senjata untuk menjatuhkan pemerintahan  seperti itu, tetapi umat Kristen harus menguatkan barisan bersama kelompok lainnya yang cinta pemerintahan yang adil dan beradab, untuk mentobatkan pemerintahan seperti itu, dan selalu membentengi dirinya agar tidak dimusnahkan oleh pemerintahan lalim yang sedang berkuasa. TUHAN sendiri yang akan menurunkan dari tahtanya setiap pemerintahan lalim yang menindas umat-Nya. Bila muncul penguasa lalim dan biadab memerintah di negara di mana umat Kristen lutheran berada,  TUHAN menginginkan ketangguhan iman umat-Nya, melebihi ketangguhan iman kaum Israel di hadapan Firaun yang menindas mereka dan ingin melakukan genocide terhadap mereka.

Selasa, 11 Oktober 2011

Yosua 14:7-11


KHOTBAH KEBAKTIAN MALAM
LATIHAN PERSIAPAN PELAYAN HKI
Yosua 14:7-11,          07 Oktober 2011

Cln. Pdt. Beresman Nahampun, S.Th


Pendahuluan
Suadara-saudara yang terkasih dalam Kristus Yesus...
Kita telah melalui LPP ini dengan baik, walau menguras tenaga dan pikiran yang terhitung 2 Minggu lamanya. Respon atas pembekalan ini, ada saja merasa capek, lelah, kurang bermanfaat, merepotkan, merasa tertekan dll. Di pihak lain, ada yang menganggap, ini adalah tempat menggali pemahaman yang benar tentang ajaran HKI, bekal untuk memperlengkapi dalam pelayanan, peluang pengembangan dirinya, dll.
Kedua sikap ini dapat kita golongkan dalam bentuk, yakni berpikir negatif dan berpikir posit pada satu objek yang sama yakni pembekalan LPP. Pola pikir negatif mewakili karakterpesimis dan pola pikir positi menimbulkan sikap optimis.
            Setiap yang berpikir negatif atau pesimis dia telah mengurangi peluang atau membatasi dirinya tentang apa yang seharusnyua dapat dia raih. Sedengakan orang yang berpikir positif atau optimis adalah telah dan menang satu langkah dalam meraih yang bernilai atau berarti bagi dirinya. Orang yang optimis selalu mengharapkan dan dapat mewujudkan yang terbaik bagi dirinya. Orang ini akan selalu mau bekerja keras karena ada harapan atau visi yang akan dia dapatkan.

Saudara-saudara...
            Hal ini dapat kita gambarkan melalui cerita singkat tentang dua orang marketing suatu perusahaan garmen atau pakaian. Perusahaan garmen tersebut mengutus dua orang marketing handalnya kesuatu daerah tertinggal misalnya ke Pelosok Jaya Pura. Ketika kedua orang tersebut berangkat, melihat dan menjelejahi daerah tersebut, lalu mereka pulang dan mempresentasikannya kepada pimpinannya. Apa yang terjadi saudara-saudara...

Pertama :   Marketing yang pertama mengatakan “disana tidak ada peluang penjualan produk kita karena mereka belum berpakaian atau tidak membutuhkan pakaian.

Kedua :       Marketing yang kedua mengtakan : “disana sangat besar peluang penjualan karena mereka sangat membutuhkan pakaian karena mereka belum berpakaian”.

Mereka memandang objek yang sama, pada waktu yang bersamaan, alat ukur yang sama tetapi melahirkan hasil yang berbeda. Melahirkan respon yang berbeda pula. Satu orang menganggap pekerjaan yang merugikan dan siasia. Sedangkan satu lagi menganggap suatu peluang untuk dapat lebih maju dan berkembang bagi perusahaannya.
Demikian halnya kita memandang pembekalan secara positif atau negatif. Ada di antara kita yang pesimis bahwa pembekalan hanya rutinitas saja. Ada juga yang berharap lewat pembekalan ini sebagai peluang memperlengkapi diri untuk dapat menjadi pelayan-pelayan yang handal.


Penjelasan Nats
Namun untuk lebih jelas, mari kita melihat pesan Alkitab yang tertuang dalam perikop kita hari ini.
Kalau kita baca ayat yang ke 10-11
10. Jadi sekarang, sesungguhnya TUHAN telah memelihara hidupku, seperti yang dijanjikan-Nya. Kini sudah empat puluh lima tahun lamanya, sejak diucapkan TUHAN firman itu kepada Musa, dan selama itu orang Israel mengembara di padang gurun. Jadi sekarang, telah berumur delapan puluh lima tahun aku hari ini;
11. pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk.

Kaleb mengatakan : “saat ini aku telah berumur 85 Tahun dan masih sama kuatnya ketika aku berumur 40 Tahun”. Suatu keheranan, benarkah Kaleb pada usia 85 tahun sama kuatnya saat umur 40 Tahun ? Mari kita lihat Kaleb pada usia 40 Tahun. Mari kita perhatikan apa yang terjadi pada Bilangan 13 dan 14.
Disana di gambarkan...Ketika Musa mengutus 12 orang pengintai untuk mengintai Tanah Kanaan sebagaimana Tanah/atau negeri yang dijanjikan Tuhan kepada bangsa Israel. Ke 12 orang berangkat untuk mengamat-amati, keadaan negeri itu, apakah yang mendiaminya kuat atau lemah, apakah mereka sedikit atau banyak, apakah keadaan negeri itu baik atau buruk, dll. Mereka mengintai negeri itu lebih dari 40 hari lamanya. Dari ke 12 orang itu terdapat Yosua dan Kaleb. Lalu ke 10 orang lain, selain Yosua dan Kaleb menceritakan apa yang mereka lihat tentang gambaran negeri itu.
Ke 10 orang itu menceritakan bahwa , negeri tersebut  “memang negeri itu berlimpah-limpah susu dan madunya” . Hanya saja, mereka adalah bangsa-bangsa yang kuat dan berkubu-kubu. Karena perkataan ini, bangsa Israael itu gusar, ribut, ketakutan dan penuh penyesalan untuk mendengar dan mengikuti Perintah Tuhan keluar dari Mesar.
Kemudia Keleb menentramkan hati mereka, dan berkata, : “Tidak! Kita akan maju menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya”. Bangsa itu bukan malah tentram, justru marah dan hendak melempari Yosua dan Kaleb degan batu, serta berkata. Mereka adalah bangsa yang tinggi-tinggi, orangnya seperti raksasa, kami seperti belalang di hadapan mereka.
Kemudian Yosua dan Kaleb berkata (Bil. 14:8), “Jika Tuhan berkehendak kepada kita, maka Tuhan akan membawa dan memberikan negeri itu kepada kita”. Hanya, janganlah memberontak kepada Tuhan, dan jangan takut kepada bangsa itu, sebab mereka akan kita telan habis”. Dalam bahasa Batak dikatakan, “
Alai na so tupa manggunturi hamu dompak Jahowa, jala ndang jadi hamu tahuton mida bangso isi ni luat i, ai hira sagusagu do nasida sohalanta.
Saudara-saudara sekalian, dari pemaparan nats ini dapat kita lihat bahwa:
1.    Yang membuat Kaleb dapat berkata, bahwa kekuatannya sama dengan pada usia 40 Tahun adalah karena dia tunduk dan tidak memberontak kepada Tuhan.
2.    Kaleb percaya bila Tuhan berkehendak, apapun yang akan diberikan dan yang dijanjikan akan nyata.
3.    Kaleb berpikir posit tentang apa yang dia lihat. Kaleb berpikir optimis  tentang apa yang akan dia hadapi, karena Tuhanlah yang berperang kepada mereka.
4.    Bagi kaleb, bahwa bangsa tersebut akan dapat ditelan. Dalam bahsa Batak tadi dikatakan, “ai hira sagusagu do nasida sohalanta”.

Refleksi
1.    Tidak ada sesuatu apapun yang dapat mematahkan semangat kita dalam melayani jika kita mau berpikir Posotif dan bertindak Optimis. Sebab bila Tuhan bekehendak, jangankan kelulusan saudara-saudara untuk dapat menjadi pelayan-pelayan Tuhan, jauh lebih berat dan menggetarkan kita akan diperlengkapi dan dimenangkan, bila kita mau tunduk dan tidak memberontak kepadaNYa.
2.    Tantangan yang akan kita hadapi tidak akan berarti apa-apa, bahkan “songon
sagu-sagu do i sohalonta”. Kesulitan-kesulitan karena kelemahan kita, itu akan seperti roti yang akan kita telan yang akan mengenyangkan dan menambah asupan gizi dalam tubuh.Artinya, kesulitas tersebut, akan memberikan peluang kepada kita untuk lebih dewasa dan lebih matang, sebab Tuhan lebih dahulu berperang bagi kita.
3.    Tuhan Allah melalui Yesus Kristus memperlengkapi serta mengutus murid-muridNya untuk memberitakan Firman Allah. Memberitakan sukacita serta damai sejahtera bagi umat Tuhan. Proses dan peristiwa ini adalah optimisme atau yang kita sebut sebagai pengharapan murid-murid Yesus. Amin


Imamat 23:39-44


Khotbah Kebaktian Pagi
Selasa, 4 Oktober 2011
Oleh: Cln. Pdt. Marangkup Huasoit, STh


Bapak/Ibu, Saudara/I yang terkasih dalam nama Tuhan Kita Yesus Kristus!
      Suatu suka cita besar bagi kita jika Tuhan menghendaki kita untuk terus hidup dalam kehendakNya. Hidup dalam kehendak Tuhan akan membuat kita semakin bahagia, penuh dengan damai dan terus bersyukur dalam Dia. Mungkin sekilas kita melihat, seolah-olah Tuhan hanya menuntut kita, dengan memberikan aturan-aturan supaya kita melakukan apa yang Dia kehendaki. Tetapi ingatlah, Tuhan tidak hanya menghendaki kita untuk turut kehendakNya tanpa memampukan kita untuk melakukanNya. The will of God will never lead you where the grace of God cannot keep you: kehendak Allah tidak pernah menuntunmu dimana anugerahNya tidak dapat memeliharamu. Tuhan menghendaki kita supaya hidup sebagai orang yang telah diselamatkan, Dia menginginkan supaya kita memancarkan buah-buah keselamatan itu, tetapi Dia juga memberikan kekuatan kepada kita untuk berjuang terus hidup dalam keselamatan itu sampai kepada hidup yang disempurnakan.

Bapak/Ibu, Saudara/I yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus.!
Allah telah melakukan banyak perkara-perkara dalam hidup ciptaan-Nya. Jika kita melihat bagaimana Allah bertindak dalam hidup umatNya, bahwa Dia tidak hanya mampu untuk menciptakan  tetapi sekaligus memelihara, membimbing dan menghantarkan setiap umatNya ke pada tujuan yang lebih indah. Nats ini adalah salah satu bukti bahwa Allah memelihara kehidupan umatNya. Dia tidak hanya memanggil bangsa Israel dari tanah Mesir tetapi sekaligus menghatarkan bangsa itu sampai ke tanah Kanaan untuk menikmati berkat-berkat Tuhan. Akan tetapi, selama kita percaya bahwa Tuhan memelihara hidup kita, jangan pernah lupa bahwa Tuhan akan memberi petunjuk, aturan dan nasehat lewat FirmanNya. Semuanya itu bukanlah untuk menjajah kita untuk bertingkah dalam hidup ini, melainkan supaya hidup kita teratur, tertib dan hidup dalam kebebasan yang Tuhan berikan bagi kita. Hidup yang dipimpin oleh Tuhan akan berakhir dalam damai sejahtera dan penuh kasih. Namun hidup yang melawan, lari dari kehendak Tuhan akan berakhir pada kehancuran dan kebinasaan.
     
Bapak/Ibu, Saudara/I yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus.!
Nats ini adalah salah satu bukti bahwa Allah terus memelihara, mendampingi, mengingatkan umatNya melalui aturan dan pesan-pesan yang harus dilakukan. Nats ini adalah pesan Allah kepada bangsa Israel ketika mereka dalam perjalanan menuju tanah Kanaan. Memang sebelum nats ini, Allah telah mengingatkan mereka melalui Musa untuk melakukan perayaan yang Allah sendiri yang menentukan hari dan cara pelaksanaanNya (bnd. Pasal 23). Dan nats ini adalah peringatan “hari raya pondok daun”. Mungkin kita bertanya, untuk apa Allah menghendaki bangsa itu melakukan hari raya pondok daun yang harus dilakukan setiap tahunnya. Hari raya pondok daun yang biasanya disebut “sukkot” yang artinya waktu sukacita. Perayaan ini adalah sebagai peringatan/tanda bagi bangsa Israel bahwa mereka harus terus bersukacita bagaimanapun susahnya perjuangan di padang gurun.  Mereka harus mendirikan rumah-rumah kecil yang dibangun dari pelepah-pelepah dan daun-daunan. Selama dalam hari perayaan ini mereka harus tinggal dalam pondok-pondok tersebut. Dan satu hal yang unik dari pondok itu adalah bahwa pada siang hari mereka harus melihat dan merasakan sinar matahari, dan pada malam hari dapat  melihat sinar bintang. Itu mengingatkan dan menyadarkan mereka bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber kehidupan mereka, Dialah sinar yang memberi hidup yang lebih baik. Hari raya pondok daun hendak mengingatkan mereka akan bahwa Tuhanlah yang mencukupkan mereka. Oleh sebab itu, ketika mereka memetik hasil dari ladang mereka maka mereka harus mempersembahkan kepada Tuhan. Buah-buah yang baik dan berkualitas. Itulah suka cita mereka bahwa Tuhanlah yang mencukupkan dan menyediakan segala kebutuhan mereka sekalipun dalam padang gurun.

      Bapak/Ibu, saudara/I yang terkasih dalam nama Tuhan!
      Melalui nats ini ada beberapa hal yang kita lihat yang menjadi makna hari raya pondok daun:
·                Allah yang Maha Kudus menuntut kekudusan umat-Nya. Allah membebaskan dari perbudakan untuk masuk ke tujuan kemerdekaan dalam kekudusan.
·                Upacara ibadah maupun kurban dilakukan dengan cara yang telah ditentukan Allah. Apa yang dikerjakan dalam ibadah harus dari motivasi hati yang sunguh taat. Inti ibadah adalah ketaatan kepada Tuhan.
·                Hukum dan peraturan Imamat bukannya tidak berlaku di zaman Perjanjian Baru, melainkan kurban-kurban simbolis memang tidak diperlukan lagi, karena Kristus telah menggenapinya. 

Bapak/Ibu, Saudara/I yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus.!
Makna di atas itu jugalah yang menjadi perenungan bagi kita. Bahwa Tuhanlah yang menyediakan segala kebutuhan kita. Dia akan terus campur tangan mendatangkan suka cita dan damai sejahtera bagi kita. Oleh sebab itu, jangan pernah meninggalkan Tuhan, berharap dan teruslah berserah kepada Dia, bersyukur atas berkat-berkatNya serta hidup dalam kehendakNya. Kita memikirkan hidup kita ini, kita mencukupi kebutuhan kita dengan bekerja keras, tapi ingatlah bahwa Tuhan sudah lebih dulu memikirkan dan menyediakan apa yang kita butuhkan. Dialah Allah yangterus memancarkan sinar ilahi lewat-lewat berkat-berkatNya yang, melimpah dalam hidup kita.oleh sebab itu teruslah berharap akan Tuhan, jangan takut akan hidup ini. Sebab Tuhanlah yang membuat hidup kita jauh lebih berarti dan bermakna (bnd. Roma 8:28). Amin!

Alumnus Lutheran HKI 2011

Alumnus Lutheran HKI 2011



1
Cal. Pdt. Alisadikin J. Sormin, S.Th.
2
Cal. Pdt. Annaria Siburian, S.Th.
3
Cal. Pdt. Doris Siagian, S.Th.
4
Cal. Pdt. Edward Manalu, S.Th.
5
Cal. Pdt. Eva Monalisa K. Samosir, S.Th.
6
Cal. Pdt. Invocavit Hutabarat, S.Th.
7
Cal. Pdt. Jese Sagala, S.Th.
8
Cal. Pdt. Lisna Lisens Saragi, S.Th.
9
Cal. Pdt. Paradon Pasaribu, S.Th.
10
Cal. Pdt. Ramayanti Simorangkir, S.Th.
11
Cal. Pdt. Rosintan br. Gultom, S.Th.
12
Cal. Pdt. Tulus Hutagalung, S.Th.
13
Cal. Pdt. Wynnico Sibarani, S.Th.
14
Cal. Pdt. Andres A. Pasaribu, S.Th.
15
Cal. Pdt. Marangkup Hutasoit, S.Th.
16
Cal. Pdt. Nelli Butarbutar, S.Th.
17
Cal. Pdt. Nugraheni Tarigan, S.Th.
18
Cal. Pdt. Rio Pendi Nababan, S.Th.
19
Cal. Pdt. Rommel Simamora, S.Th.
20
Cal. Pdt. Rusman Sibarani, S.Th.
21
Cal. Pdt. Waldheim Hasugian, S.Th.
22
Cal. Pdt. Yansen Hasibuan, S.Th.
23
Cal. Pdt. Beresman Nahampun, S.Th.
24
Cal. Pdt. Boy Levy Panjaitan, S.Th.
25
Cal. Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
26
Cal. Pdt. Ewen Josua Silitonga, S.Th.
27
Cal. Pdt. Hasudungan Siahaan, S.Th.
28
Cal. Pdt. Herman Tampubolon, S.Th.
29
Cal. Pdt. Jusuf Hutapea, S.Th.
30
Cal. Pdt. Radean Lumbantobing, S.Th.
31
Cal. Pdt. Roni Kusno Siahaan, S.Th.
32
Cal. Pdt. Saut Parluhutan, S.Th.
33
Rommel Pardede, S.Th
34
Samsir Gunawan Sipahutar, S.Th
35
Tumpal Simbolon, S.Th
36
Lisda Martaulina Purba, S.Th
37
Mei Kristina Hutasoit, S.Th
38
Keybord Munthe, S.Th
39
Gr.P. Ambarita, S.Th
40
Benyamin Siahaan, S.Th