IMAN DAN PERBUATAN BAIK
(Tinjuauan Dogmatis Menurut Lutheran diperhadapkan pada Realita Hidup Beriman Jemaat HKI)
(Lutheran HKI 2011)
1. Pendahuluan
Topik ini telah dipaparkan dengan jelas dan terperinci oleh Pdt. Burju Purba[1] pada Pembekalan Latihan Persiapan Pelayan (LPP) di HKI (29/9/2011). Topik yang menarik dan penting untuk ditelusuri dan didalami. Sebab topik “Iman dan Perbuatan Baik” secara khusus dan “Ajaran Lutheran” secara umum, kurang mendapat perhatian dalam kajian ilmiah mengingat HKI penganut lutheran. Hal ini dapat melahirkan pemahaman dan praktik yang berbeda atau motivasi dan tujuan yang berbeda bila ajaran HKI diperhadapkan dengan realita hidup beriman jemaat HKI.
Hal inilah latar belakang masalah dan alasan pemilihan judul yang ditinjau secara dogmatis dan diperhadapkan pada realita hidup beriman jemaat HKI. Sehingga Tulisan ini diberi judul : IMAN DAN PERBUATAN BAIK (Tinjauan Dogmatis Menurut Lutheran diperhadapakan Pada Realita Hidup Beriman Jemaat HKI).
2. Reformasi Marthin Luther
2.1. Reformasi
Reformasi dari tujuannya secara etimologi pembaharuan akibat penyimpangan dari bentuk awal serta menjauh dari formasi sebagai harapan sebelumnya. Reformasi menuntut tindakan mengembalikan pada hakekat outentiknya. Reformasi menghidupkan kembali norma yang dahulu paling hakiki dilupakan atau ditinggalkan baik secara sadar atau tidak sadar karena tarik-menarik yang berkepentingan. Demikianhalnya reformasi Marthin Luther yang digerakkan bukan untuk menghancurkan gereja kemudian membentuknya kembali, melainkan mengembalikan gereja kepada hakikat panggilannya (hahikat alkitabiah, rasuli, konfessionnis) dan menata kembali kehidupan dan organisasinya secara baru.
Reformasi di awali 31 Oktober 1517, ketika Marthin Luther menempelkan pamflet 95 dalil teologis (akademis) di pintu gerbang gereja istana di Wittenberg. Tempat di mana dia berdomisili, mengajar dan sebagai imam. Luther menyusun dalil-dalilnya dengan bertekun dalam doa, supaya Allah sendiri mengendalikan penanya dan supaya kebijaksanaannya sendiri berdiam diri. Luther mengatakan : “Allahlah yang telah menuntun aku terus pada waktu itu sebagai kuda yang dipasangi katup mata”. Penyerahan diri yang menguatkan Luther sehingga tidak gentar dan takut menghadapi kedua kuasa yang harus dihadapinya karena kepeduliaanya terhadap gereja. Yaitu kuasa yang mengancam dari pihak gereja dan Negara (kerajaan).
2.2. Latar Belakang Reformasi
Sebelum Reformasi dalam konfessi Augsburg diterangkan, bahwa sebahagian besar khotbah hanya berbicara tentang perbuatan-perbuatan kekanak-kanakan dan sia-sia, seperti doa-doa tasbih, pemujuaan orang-orang kudus, kebiaraan, ziarah-ziarah, puasa-puasa tertentu, hari-hari suci, persaudaraan-persaudaraan dan sebagainya.
Sehingga Marthin Luther memimpin gerakan reformasi gereja dilatarbelakangi perbedaan ajaran atau teologi dan praktek gereja dengan ajaran Alkitab. Peristiwa yang dipicu penjualan surat penghapusan siksa (aflat) di Jerman oleh Johann Tetzel. Sebenarnya tujuan penjualan surat-surat aflat itu adalah untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan gedung gereja (basilika) Santo Petrus di Roma, tetapi tujuan itu dibungkus dengan “bahasa rohani” yang berisi janji palsu sekaligus ancaman, seakan-akan dengan membeli surat itu manusia akan lebih terjamin selamat.
Untuk menentang propaganda Tetzel, Luther menyusun 95 dalil, lalu ditempelkannya pada pintu gerbang gereja di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517. (Tanggal inilah yang kita peringati sebagai hari Reformasi). Di dalam dalil-dalilnya, Luther menentang perkataan Tetzel. Luther tidak menyetujui adanya surat penghapusan siksa yang menyatakan perdamaian dan pengampunan dosa dapat dibeli dengan uang, tanpa penyesalan dan pertobatan, bahkan tanpa sakramen. Luther sekaligus menegaskan bahwa penyesalan sejati bukanlah perkara yang dapat seseorang bereskan setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh imam setelah pengakuan dosa, seperti misalnya mengucapkan doa Bapa kami sekian banyak kali. Bagi Luther, penyesalan dan pertobatan itu berlangsung seumur hidup.[2]
Ke-95 dalil itu ditulis dalam bahasa Latin namun segera diterjemahkan oleh para mahasiswa Luther ke dalam bahasa Jerman dan dalam waktu singkat sudah tersebar ke seluruh negeri. Para pemimpin gereja mendakwa Luther sebagai penyesat. Paus menuntut Luther untuk mencabut ajarannya. Luther diminta bertobat. Luther harus diadili.
Setelah rangkaian perdebatan dan pengadilan, sejak 1520 Luther lebih banyak memusatkan perhatian pada penulisan buku ataupun traktat, yang memuat serangkaian pandangan dan gagasan baru. Sasaran utama reformasi atau pembaharuan yang dicanangkan Luther adalah pembaharuan ajaran gereja.
2.3. Pokok-pokok Ajaran Luther
Beberapa pokok ajaran yang dikembangkan Luther adalah:[3]
a. Sola Scriptura, Sola Gratia, Sola Fide
Dalam ajaran Luther ada tiga semboyan “sola scriptura” (hanya Alkitab), Firman menjadi dasar kehidupan sehari-hari. ” Sola Gratia” (hanya anugerah), dan “Sola Fide” (hanya iman). Pengampunan dosa disediakan oleh ALLAH karena anugerah-NYA melalui pengorbanan KRISTUS dan diterima dengan iman, bukan karena usaha manusia.
b. Sakramen
Luther hanya mengakui dua sakramen yaitu baptisan kudus dan perjamuan kudus. Kedua sakramen itu mempunyai dasar Alkitab yang ditetapkan oleh KRISTUS sendiri.
c. Jabatan Gerejawi
Tuhan (Jahowa, Kyrios)[4] adalah pemilik Huria. Melalui penyatan diriNya dalam diri Yesus Kristus, Dia menempatkan diri-Nya sebagai kepala Huria, Kepala dari Pemilik-Nya itu. Dalam hal ini huria adalah “Tubuh Kristus”. Yesus Kristus mengurus tubuhNya melalui kehadiranNya dalam Roh Kudus dan FirmanNya. Dengan demikian Dia menganugerahkan “kharisma yang diterima setiap kelompok kristen yaitu jabatan imamat am (imamat rajawi). Semua orang percaya memiliki jabatan imamat am. Jabatan imam itu diterima berdasarkan kematian dan kebangkitan Kristus. Jabatan imam dalam Perjanjian Lama telah disempurnakan, digenapi sekaligus diakhiri oleh TUHAN Yesus Kristus. Untuk datang kepada TUHAN, seseorang tidak memerlukan lagi perantara (imam), baik untuk memanjatkan doa maupun untuk mempersembahkan korban. Yesus Kristus telah menjadi imam sekaligus korban yang sempurna sekali untuk selama-lamanya. Jadi imam adalah fungsi pelayan yang meneladan KRISTUS.
Secara ringkas, kedudukan jemaat sangat mendapat perhatian. Sebelum Reformasi, kaum awam jelas tidak memiliki kedudukan yang penting dalam gereja. Semua urusan gereja merupakan tugas "para klerus" (pendeta-pendeta yang ditahbiskan), sedangkan kaum awam (jemaat) hanya menjadi objek saja. Setelah Reformasi, terjadi perubahan yang radikal, karena prinsip-prinsip gereja yang salah dan tidak alkitabiah didobrak, salah satu hasilnya adalah konsep "keimaman orang percaya" atau istilah yang dipakai Dr. H. Kraemer, "imamat am semua orang percaya", bahwa semua orang Kristen adalah imam, tak ada perbedaan di antara mereka (termasuk dengan para klerus), kecuali dalam hal jabatan. Pikiran-pikiran yang dilahirkan para Reformator begitu tajam dan sesuai dengan kebenaran Alkitab. Tuhan menunjukkan hikmat kepada mereka untuk menjadi jalan bagi kita mengerti lebih dalam akan panggilan Tuhan bagi jemaat-Nya.
d. Tata Ibadah
Ibadah berpusat pada kotbah, bukan pada perjamuan kudus (ekaristi). Dalam setiap Minggu harus ada pemberitaan Firman yang murni (hanya dari Alkitab), sedangkan perjamuan kudus tidak selalu diadakan pada setiap ibadah Minggu melainkan tergantung gereja masing-masing sesuai dengan situasinya.
Beberapa tulisan yang menjelaskan ajaran yang dikembangkan Martin Luther dihimpun dalam Kitab Konkord. Ajaran Luther menjadi acuan pokok dalam perumusan ajaran dan tata gereja Lutheran. Setelah beberapa dasa warsa, gereja-gereja Lutheran, khususnya di Jerman, telah menjadi gereja yang mapan, ajarannya terumus lengkap, organisasinya mantap dan mendapat dukungan penuh dari negara. Di Indonesia, gereja-gereja yang mendapat pengaruh kuat Lutheran antara lain HKI, HKBP, GKPS, GKPI, GKLI, dll.
3. Iman dan Perbuatan-Perbuatan baik menurut Lutheran
Dalam surat Paulus kepada jemaat Efesus (2:8-9) dikatakan, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Paulus menyampaikan bahwa manusia diselamatkan oleh karena anugerah Tuhan yang diterima melalui iman, bukan karena usaha dan perjuangan manusia (bnd. Kis. 16:31, 2Kor. 10:5; Flp. 1:29, Kol. 2:12, 1Tim. 6:20,21). Keselamatan adalah karya Tuhan dan menjadi milik manusia yang percaya. Manusia tidak dapat menerima anugerah melalui usaha atau perbuatannya merebut hati Tuhan. Kemampuan dan kemauan manusia bersekutu, bersaksi, dan melayani (bnd. Ibadah atau tindakan yang dia anggap baik) di hadapan Tuhan bukan umpan balik yang Tuhan akan anugerahkan kepada manusia.
3.1. Iman
Reformasi mengajak semua orang Kristen menjadi orang yang beriman di hadapan Tuhan dalam Yesus Kristus. Keselamatan yang dari Tuhan hanya dapat dinyatakan dan berdampak dalam kehidupan seseorang hanya karena iman. Menurut Luther, imanlah yang utama dan yang pertama ada pada diri seseorang. Iman tersebutlah yang menentukan dia menjadi orang benar atau orang selamat di hadapan Tuhan Yesus Kristus. Kalimat-kalimat Yesus yang mengatakan: “teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau” (Mat. 9:22); “jadilah kepadamu menurut imanmu” (Mat. 9:29), dll.
Namun perlu diperhatikan, iman adalah pekerjaan Allah: pertobatan adalah perbuatan iman. Oleh karena itu, iman bukanlah pekerjaan manusia dalam pengertian bahwa dengan kekuatannya sendiri menghasilkan iman di dalam hatinya. Iman adalah pekerjaan Allah (Kol. 2:12), diberikan kepada manusia untuk percaya kepada Kristus (Flp. 1:29). Allah sendirilah yang menciptakan dan menopangnya di dalam hati manusia.
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1). Iman adalah keyakinan pribadi atau kepercayaan hati akan berita injil yang mengherankan, yaitu Allah melalui Yesus Kristus yang bermurah hati kepada semua orang percaya akan pengurbanan Yesus Kristus yang telah menumpahkan darah-Nya di salib untuk tebusan semua orang berdosa di dunia (Gal. 2:20; 1 Yoh 1:7).
3.2. Perbuatan-Perbuatan Baik
Sesuai apa yang dipaparkan dalam konfessi Augsburg mengenai “iman dan perbuatan-perbuatan baik” adalah “bahwa perbuatan-perbuatan kita tidak dapat memperdamaikan kita dengan Allah atau memperoleh anugerah Allah bagi kita, sebab hal ini terjadi hanya melalui iman, yakni apabila kita percaya bahwa dosa kita diampuni [5]demi Kristus yang adalah satu-satunya pengantara yang memperdamaikan kita dengan Bapa. Anggapan bahwa ia dapat mencapai anugerah dengan perbuatan-perbuatan, atau ia layak menerima anugerah, ia menghina Kristus dan mencari jalannya kepada Allah, yang bertentangan dengan Injil”.
Bagi Marthin Luther, Pembenaran oleh Iman pada mulanya merupakan pergumulan dan pengalaman untuk memperoleh kasih Karunia. Pertanyaan yang sering mucul dan merupakan pergumulan pribadi yang sangat menyiksa dirinya, yakni : “bagaimana saya memperoleh kasih karunia Allah ?”
Anggapan dapat memperoleh pengampunan dosa dan kebenaran di hadapan Allah oleh karena perbuatan kita sendiri adalah pandangan yang salah. Melainkan orang percaya beroleh pengampunan dosa dan menjadi benar di hadapan Allah hanyalah karena anugerah Kristus melalui iman percaya yang sungguh-sungguh. Melalaui pembacaan surat Paulus kepada Jemaat di Roma (Roma 1:16-17), disana digambarkan bahwa : “... orang benar akan hidup oleh iman...”. Kebenaran Allah tidak lain daripada rahmat Allah yang menerima orang berdosa di hadapan Tuhan. Kebenaran Allah adalah sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang membenarkan manusia berdosa karena kebenaranNya. Tuhan Allah menggunakan kebenaran Kristus kepada manusia berdosa dan karena itu Tuhan Allah memandang manusia berdosa sebagai orang-orang benar.
Lebih tegas lagi dikatakan dalam Roma 3:28 ‘karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman (sola fide) dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat. Jadi bahwa perbuatan-perbuatan baik tidak dapat memperdamaikan manusia dengan Allah atau memperoleh anugerah. Sebab hal itu terjadi hanyalah oleh karena iman, apabila manusia percaya bahwa dosa manusia telah diampuni demi Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya pengantara yang memperdamaikan orang percaya dengan Allah.
4. Iman dan Perbuatan Baik dalam Hidup Jemaat HKI
4.1. Ajaran HKI
Gereja HKI dalam sinodenya telah menyatakan sebagaimana tertulis di dalam Tata Gereja HKI, yakni : “HKI berpedoman kepada pengakuan Iman Apostolicum, Niceanum, Athanasianum, dan Konfessi Augsburg (KA) 1530”[6]. Itu artinya, seluruh warga jemaat HKI baik pelayan pendeta dan non pendeta telah menjadikan KA sebagai Pengakuan Iman kita secara pribadi. HKI telah menerima dan akan melaksanakan “jabatan pelayanan” sesuai dengan Firman Tuhan dan KA. HKI telah menerima KA sebagai ringkasan penjelasan Firman Tuhan yang benar dan telah mengaitkan diri kepadanya, karena KA dirumuskan sesuai dengan Firman Tuhan. Kita akan membaca dan menafsirkan Alkitab sesuai dengan KA, kita akan mengkhotbahkan, mengajarkan KA sebagai “Doktrin umum” (publica doctrina) bagi HKI.
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa ajaran yang dikembangkan Martin Luther dihimpun dalam Kitab Konkord yang juga memuat Konfessi Augsburg. Artinya, HKI telah menjadikan ajaran Luther sebagai pokok dalam perumusan ajaran dan tata gereja HKI.
4.2. Realita Hidup Beriman Jemaat HKI
Di kalangan Pendeta HKI, ajaran Luther biasanya didapatkan hanya di bangku kuliah S1 masing-masing. Setelah mereka melayani di HKI, ajaran ini tidak pernah lagi di kaji secara akademis. Sehingga pengkajian-pengkajian ilmiah tentang ajaran Luther terbengkalai dan mengalir apa adanya tanpa dipahami secara matang dan terperinci. Padahal sebagaimana dikatakan di atas, ajaran Luther adalah sebagai pedoman Umum bagi HKI sebagaimana tertuang dalam tata Dasarnya. Artinya, mau tidak mau, ajaran luter harus di kaji secara terus menerus khususnya bagi calon-calon pelayan di HKI untuk dapat saling memahami arah ajaran yang berlaku di HKI. Hal inilah yang terjadi pada saat ini. Saat ini telah menjadi waktu keduakalinya diadakan pembekalan tentang ajaran luther.
Itulah yang terjadi di dalam tubuh pelayan HKI khususnya pendeta, sedangkan di jemaat, tentu saja pengajaran/pembekalan tentang ajaran tersebut sangat minim dan tidak tertutup kemungkinan bagi sebahagian bahwa jemaat tidak memahami tentang ajaran luther sebagaimana aliran yang mereka ikuti, imani dalam Yesus sebagai kepala gerejanya.
Sehubungan dengan bahasan topik ini, iman dan perbuatan-perbuatan baik, menurut Pdt. Burju Purba[7] mengatakan bahwa memberikan derma atau sedekah kepada para pengemis diartikan sebagai pekerjaan baik hampir semua agama besar. Perilaku seperti ini juga terjadi pada zaman Marthin Luther. Orang kristen pada waktu itu mempercayai bahwa mereka dapat memperoleh jasa di hadapan Allah dengan cara memberi derma kepada para pengemis. Akibatnya peranan pengemis jadi sangat penting di tengah-tengah masyarakat untuk memungkinkan mereka memberikan derma.
Pengalaman ini juga terjadi di tengah-tengah kehidupan orang Kristen dan khususnya di HKI. Pada praktiknya ada pemahaman, beribadah kepada Tuhan, menjadi Guru Jemaat, menjadi sintua, menolong orang lain baik mengunjungi orang sakit dan penghiburan orang berduka, rajin berdoa, mengikuti persekutuan doa, menyumbang ke gereja, dll dianggap akan memperoleh balasan yang besar dari Tuhan. Hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh agama mayoritas di Indonesia (muslim) yang pada prinsipnya perbuatan amal menuntun manusia untuk memperoleh berkat dan bahkan keselamatan (sorga). Filosofi suku Batak juga banyak yang mengungkapkan hal ini bahwa setiap orang akan memperoleh apa yang baik dan besar sesuai dengan perbuatannya. Misalnya : “sisoli-soli do dipargoluon on” (akan memperoleh sesuai dengan apa yang sebanding dengan apa yang dia perbuat), “Dos do nangkokna nang partuatna..” (sama naik dan turunnya sesuai dengan apa yang diperbuat), dll.
Dari pemahaman ini dapat dilihat, ada motivasi dan tujuan yang berbeda dalam praktik iman dan perbuatan-perbuatan baik yang bersebrangan dengan ajaran HKI (bnd. Ajaran Luther). Jemaat memahami, perbuatan baik untuk memperoleh upah, bahkan mencari penghargaan bila diperhadapkan dengan sesama warga jemaat yang lain. Oleh karena itu, pemahaman ini harus diluruskan sesuai dengan firman Tuhan. Orang percaya melakukan kehendak Allah adalah sebagai bukti kepatuhan dan ketyundukan melakukan kehendak Allah sebagai respon orang beriman yang telah memperoleh pengampunan dosa, dibenarkan dan diselamatkan.
Orang percaya tidak akan dapat hidup “baik’ kalau bukan allah sendiri bertindak baik kepada manusia di dalam yesus. Allah mengasihi manusia bukan karena manusia itu baik, tetapi karena kasih Allah yang besar terhadap dunia ini sehingga Kristus menjadi milik keselamatan manusia yang percaya kepada.
Kesimpulan dan Refleksi
Menjelang 500 Tahun Reformasi Marthin Luther hendaknya HKI yang mempedomani ajaran Lutheran agar mengarahkan lebih baik pemahaman jemaat sesuai dengan Alkitab. Meluruskan pemahaman yang salah dalam praktik hidup berimannya. Bahwa manusia diselamatkan hanya oleh karena iman dalam anugerah Tuhan serta bimbinganNya melalui Firman Tuhan. Jemaat akan memahami bahwa perbuatan baik adalah bukti tindakan melakukan kehendak Allah yang tunduk dalam iman kepada Yesus Kristus yang telah menebus dalam peristiwa salib karena kemurahan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar